Selasa, 06 April 2010

Dua Oknum Pejabat Pemkab Malra Bela Mantan Bupati Koedoeboen


Langgur, VP – Pasca laporan Lembaga Penyelamat Pembangunan Maluku Tenggara ( LP2MT ) yang melaporkan secara resmi Mantan Bupati Malra, Herman Adrian Koedoeboen, SH yang saat ini menjabat Wakajati Maluku ke Kejagung, terkait berbagai kasus dugaan korupsi semasa menjabat Bupati Malra periode 2004 – 2009, kini satu persatu para pejabat Pemkab Malra mulai bereaksi dan keluar kandang.
Anehnya, para pejabat pemerintah itu, bukanya melakukan gerakan tutup mulut, tetapi secara terbuka dan berani mulai angkat bicara di media massa menanggapi laporan yang disampaikan LP2MT.
Hal ini nampak terlihat dari aksi yang dilakukan oleh Asisten I Bupati Malra, Drs. Muti Matdoan yang adalah mantan Kepala Dispenda Malra dan Maklon Ubro, Staf Ahli Bupati bidang hukum dan perundang – undangan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Hukum Kantor Bupati Malra.
Seperti diberitakan Koran Harian Siwalima terbitan Ambon, Mantan Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) Maklon Ubro dan mantan Kepala Dinas Pendapatan (Kadispenda) Malra, Muti Matdoan membantah adanya dugaan penyelewengan dalam dana deposito dan pembebasan lahan di Desa Kolser saat Herman Koedoeboen menjabat Bupati setempat.
Hal ini disampaikan keduanya kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (30/3), menanggapi laporan Lembaga Penyelamat Pembangunan Maluku Tenggara (LP2MT) tentang adanya dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Malra Herman Koedoeboen.
Diberitakan sebelumnya, LP2MT melalui sekretasinya Abdullah Rumkel Senin (29/3) melaporkan adanya dugaan korupsi pertama, pada pengelolaan deposito dana abadi tidak memadai dan penyetoran penerimaan bunga deposito tidak sesuai ketentuan tahun 2007, dimana penyediaan dana deposito Pemerintah Kebupaten (Pemkab) Malra ditetapkan minimal sebesar Rp 10 miliar dan maksimal Rp 20 miliar per tahun.
Sesuai dengan surat Bupati Nomor 007/790 tanggal 12 Maret 2007 terjadi penambahan dana deposito sebesar Rp 40 miliar. Kemudian tanggal 14 Mei 2007 terjadi penambahan dana deposito sebesar Rp 15 miliar.
Selanjutanya, tanggal 19 November 2007 terjadi penarikan deposito sebesar Rp 15 miliar.
Kebijakan penarikan deposito dana abadi ini dilakukan berdasarkan pertimbangan posisi keadaan kas daerah dan kebijakan bupati.
Kedua, pekerjaan pemeliharaan berkala jalan hotmix ruas Jalan Tamangil-Weduar di Kecamatan Kei Besar, tidak dilaksanakan. Padahal anggaran yang berasal dari DAK Bidang Infrastruktur tahun 2007 sebesar Rp 3.275.000.000,- telah dikucurkan dan dilaksanakan oleh PT Karya Bumi Nasional Perkasa dengan nilai kontraknya sebesar Rp 3.197.775.000,- padahal hingga kini pekerjaan tersebut tidak terealisasi.
Ketiga, dugaan kasus pembebasan lahan pada Desa Kolser Kecamatan Kei Kecil untuk pembangunan infrastruktur tahun 2008 seluas kurang lebih 25 Ha dengan nilai anggarannya sebesar Rp 5.500.000.000,-.
Laporan itu diterima oleh staf pada Bagian Umum Kejati Maluku, Ny Tum Tuaritta.
Menanggapi hal tersebut, mantan Kadispenda Malra, Muti Matdoan memastikan tidak ada keterlibatan Koedoeboen yang saat itu menjabat Bupati Malra, karena tugas dan fungsi masing-masing telah diserahkan langsung kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab untuk mengelolanya.
Dirinya mencontohkan, terkait pengelolaan dana deposito Pemkab Malra tahun 2007.
“Memang tahun 2007 itu ada masalah sedikit, tetapi itu hanya soal pembukaan rekening penampungan saja. Sementara pa Bupati saat itu, sama sekali tidak ada sangkut paut sedikitpun dalam kerugian negara satu sen pun dalam dana deposito ini,” tandasnya.
Dikatakan, yang terjadi masalah itu hanya pemindahan dari bank penampung ke kas daerah tahun 2007. Namun sama sekali tidak ada penyelewengan.
Dijelaskan, saat itu dilakukan pemindahan dari bank penampung yaitu dari Bank Maluku, BRI dan BNI ke kas daerah.
“Kemudian didalam temuan BPK 31 Desember tahun 2007 itu ada selisih sebesar 40 juta lebih, dalam buku rekening dan sama sekali tidak ada penyalagunaan sama sekali dari dana itu. Bahkan prosesnya juga dilakukan sesuai dengan prosedur,” terang Matdoan.
Karena itu, laporan LP2MT ke Kejati Maluku itu, sama sekali tidak mendasar.
Sementara itu, dalam menanggapi dugaan penyimpangan atas pembebasan lahan pada Desa Kolser Kecamatan Kei Kecil untuk pembangunan infrastruktur tahun 2008 seluas kurang lebih 25 Ha dengan nilai anggarannya sebesar Rp 5.500.000.000,-. Maklon Ubro yang adalah panitia pengadaan tanah saat itu menjelaskan, terkait dengan pembentukan kabupaten tahun 1988, Pemda Malra membeli tanah seluas 25 hektar dari Maturbongs.
Tanah tersebut adalah tanah yang telah dieksekusi tanggal 20 Oktober 1988 berdasarkan putusan MA RI Nomor 884K/PDT/86, putusan Pengadilan Tinggi Maluku Nomor: 93/PDT/1984 dan putusan PN Tual. Nomor 5/PDT.6/PLTL/1983.
Atas dasar kepemilikan tanah dari keluarga Maturbongs maka pada tahun 2004 itu, pemda membeli tanah tersebut seluas 25 hektar .
“Kita proses berdasarkan amanat Perpres tentang proyek tanah. Kita teliti objek, kita lakukan negosiasi harga dengan sangat terbuka dan kita buat dalam berita acara negoiasi yang ditandatangani oleh kuasa hukum Maturbongs M.A.H Tahapary serta tua-tua adat dan didtandatanani oleh panitia pengadaan tanah,” terang Ubro.
Ubro juga mengatakan, tanah tersebut seharusnya dijual sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah Rp 61.000 meter persegi, namun ditawar hingga terjual hanya Rp 22.000 meter persegi.
“Tanah 25 hektar itu kita proses sesuai dengan aturan baik, itu juga peninjauaan lokasi objek tanah, dan pihak BPN secara resmi terbitkan peta blok tanah dan setelah kita buat negosiasi. Sehingga Tidak ada pengelembungan harga,” terangnya.
Begitupula dengan tanah yang lainnya, seperti yang terdapat dalam laporan BPK yang juga dipersoalkan itu, yakni tanah di Desa Ohoidertavun Kecamatan Kei Kecil.
“Kalau untuk tanah ini memang benar masa pemerintahan pa Herman namun itu dilakukan tukar guling dengan Kementrian Hukum dan HAM, dan itu disurati pemda secara resmi kepada Kementrian Hukum dan HAM RI.
Namun ketika Pa Herman pindah, tanah itu tidak dibeli oleh pemda dan tidak ada jual beli. Bahkan sampai saat ini tidak ada transaksi jual beli tanah satu meter pun,” jelas ubro.
Ubro menambahkan, dalam proses ganti rugi tanah ini merupakan tanggung jawab panitia pengadaan, tidak ada sangkut pautnya dengan bupati.
“Ini yang bertanggung jawab panitia dan panitialah yang melakukannya. Tidak ada hubungannya dengan pa Bupati saat itu,” tukasnya. (Berita Koran Vox Populi, Maluku Tenggara Edisi 150, Selasa 6 April 2010)


6 komentar:

  1. Salut kepada para pejabat yang berani mengatakan benar itu benar dan salah itu salah.
    untuk saudara Nery Rahabav, pelajari dahulu etika berjurnalis, karena pemahaman anda masih sangat dangkal..!!!!

    BalasHapus
  2. tidak ada pembelaan oknum di atas, penjelasan itu sesuai dengan fakta dan kebenaran, yang benar tetap benar salah tetap salah,
    koreksi kembali tata bahasanya.

    BalasHapus
  3. pelajari kembali paragraf kedua..!!!!

    BalasHapus
  4. NERY RAHABAV, jang pusing sama komentar diatas, biar saja anjing menggonggong, namun kafilah tetap berlalu. Ada yang kebakaran jenggot ka apa?

    BalasHapus
  5. Saluuttt banget sama pejabat-pejabat yg berani ngomong di depan publik tentang apa yg benar dan apa yg salah..
    GOOD JOB papa (y)

    BalasHapus
  6. Saluuttt buat para pejabat yg berani ngomong di depan publik mana yg benar dan mana yg salah...
    GOOD JOB papa (y)

    BalasHapus