Kamis, 29 April 2010

Asisten I Setda Maluku Ditangkap Jaksa


Ambon, AE.- Setelah menjalani pemeriksaan selama 4 jam lebih, Asisten I Setda Provinsi Maluku Piet Norimarna dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Aru Frangky Hitipeuw, akhirnya dikirim ke Rumah Tahan Waiheru, Rabu (28/4) sore.
Keduanya menjadi tahanan kejaksaan setelah perkaranya dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.
Keduanya dinyatakan terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan 6 kapal ikan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2002 senilai Rp 2,7 miliar saat masing-masing menjabat kepala dinas DKP, dan Pimpro di kabupaten itu.
Penahanan Norimarna dan Hitipeuw sempat menarik perhatian banyak wartawan media lokal. Penahanan tersebut telah lama ditunggu-tunggu, pasalnya setelah tiga tahun ditetapkan sebagai tersangka, baru Kejati memberanikan diri untuk membawa keduanya ke hotel prodeo.
Kedua tersangka ini datang memenuhi panggilan korps adhyaksa, secara terpisah. Norimarna datang sekitar pukul 12.30 WIT didampingi tiga pengacaranya setelah berjalan kaki dari Kantor Gubernur Maluku, tempatnya bertugas. Sedangkan Hitipeuw memasuki kantor Kejati, setelah turun dari mobilnya DE 1507 AE. Saat itu dia sendirian, sementara pengacaranya, datang lebih awal.
Menurut Aspidus Kejati Maluku Gazali Hadari SH, berkas pelimpahan perkara keduanya masih harus dilengkapi, selain harus ditandatangani masing-masing oleh tim jaksa penyidik, kedua tersangka, maupun Jaksa Penuntut Umum. Pelengkapan berkas-berkas ini berlangsung di ruang kerja Adpisus. Prosesnya relatif lama.
Penahanan kedua tersangka, dimulai sekitar pukul 16.30 WIT. Norimarna masih dengan pakaian dinas, ketika melangkah ke luar kantor Kejati Maluku bersama Frangky Hitipeuw yang berpakaian hitam-hitam. Mereka diapit pengacara masing-masing. Norimarna semula membuang senyum ke semua orang, namun jepretan kamera wartawan membuat salah satu pejabat tinggi daerah itu terlihat kikuk dan menutup wajahnya. Sementara Hitipeuw tampak berusaha merunduk.
Mendekati pintu belakang mobil tahanan Hilux dengan nomor polisi DE 477 yang dibuka untuknya, Norimarna mulai terlihat emosionil dan mengecam pihak-pihak yang menurutnya telah melakukan penzaliman kepadanya. "Yang melakukan kezoliman ini, dia akan dihukum oleh Tuhan tujuh turunan, " katanya singkat, beberapa saat sebelum memasuki mobil tahanan. Sementara Hitipeuw hanya diam seribu bahasa, menyusul Norimarna memasuki mobil tersebut.
Penahanan terhadap Norimarna dan Hitipeuw, sudah sejak minggu lalu telah direncanakan. Saat dipanggil hanya Norimarna yang datang sedangkan Hitipeuw tidak. Menurut pihak Kejati Hitipeuw beralasan, kesulitan transportasi. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kepulauan Aru itu terhalang oleh tidak adanya jadual penerbangan dari Dobo-Ambon saat itu. Kejati pun lalu melakukan pemanggilan ulang.
Penasehat Hukum Piet Norimarna, kepada Ambon Ekspres, Fileo Flistos Noija, beberapa saat sebelum penahanan itu menilai Kejati Maluku telah salah menahan orang. "Klien saya dipanggil untuk pertanggung jawabkan sesuatu atas kesalahan orang lain, baik selaku pribadi maupun penguasa," imbuh Noija. Menurut dia, Norimarna maupun Hitipeuw keduanya adalah pelaku peserta, bukan utama. "Bagaimana dengan yang lain, peranan mereka sejauh mana? Itu yang harus ditelusuri, " gugatnya.
Dia menambahkan, walau aparat kejaksaan punya bukti-bukti namun pihaknya pun juga punya bukti yang tidak kalah kuatnya. "Kita tunggu saja di pengadilan, " katanya singkat. Di lain pihak, penasehat hukum, Frangky Hitipeuw, Firel Sahetapy menolak saat dimintai komentarnya. "Tidak, tidak," katanya sambil melangkah pergi.
Dengan demikian, masih ada satu tersangka lain yang masih ditunggu-tunggu proses hukumnya. Mantan Wakil Bupati Kabupaten MTB Lucas Uwuratuw, hingga kini belum memenuhi panggilan ketiga Kejati Maluku. Dia tidak bisa datang mengingat kondisi kesehatannya yang buruk karena kadar gula darahnya meningkat.
Catatan Ambon Ekspres, sejak kasus ini diistruksikan oleh mantan Kajati Maluku Poltak Manulang SH ke tahap penyidikan pertengahan Februari 2010 lalu, Uwuratuw lah orang pertama yang dipanggil. Setelah tidak memenuhi panggilan pertama hingga ketiga, Uwuratuw mengutus pengacaranya Herman Laturette SH . Kedatangan pengacara yang berkantor di Surabaya itu selain melaporkan alasan ketidakhadiran Uwuratuw, dia juga bahkan mengancam mempraperadilankan Kejati, karena dinilai melakukan kriminalisasi terhadap kliennya.
Sebelumnya kepada Ambon Ekspres, Uwuratuw menyatakan penanganan kasus ini mulai berubah arah bidikannya, dengan menjadikan dirinya satu-satunya target dalam kasus ini. Indikasinya, dua tersangka lain, Norimarna dan Hitipeuw juga berstatus tersangka, tetapi tidak pernah dipanggil. Padahal menurut dia, kedua orang itulah yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
Dia mengatakan pada bulan Mei tahun 2009 dirinya pernah diperiksa aparat Kejati di Saumlaki, dari pemeriksaan tersebut dirinya dinyatakan tidak bisa dimintai pertanggung jawabnya.
Dijelaskan, hasil penyidikan membuktikan, kewenangannya sebagai Wakil bupati tidak terkait dengan pengadaan 6 kapal ikan itu, tetapi semuanya ditangani Bupati SJ Oratmangun, Kadis DKP Piet Norimarna sebagai KPA dan pimpro 6 kapal tersebut, Franky Hitipeuw.
(CR2) Ambon Ekspres

Tidak ada komentar:

Posting Komentar