Rabu, 17 Maret 2010

“PAMERAN KEBODOHAN SOSIO-KULTURAL-POLITIK” GAMBARAN FENOMENA SOSIAL MALUKU TENGGARA SAAT INI


Kebodohan sosio-kultural-politik merupakan penyakit sosial yang amat berbahaya bagi masyarakat abad 21. Sebab, tanpa pemahaman yang baik tentang kondisi sosial budaya dan politik sendiri dan orang lain, manusia akan mudah menyulut api kebencian terhadap sesama tanpa alasan mendasar, bahkan memusuhi orang lain ‘atas nama’ sebuah kolektifitas suatu kelompok yang merasa “teraniaya”.  Kebodohan sosio-kultural-politik juga telah menutup mata hati manusia, sehingga tak segan-segan memakai apa yang bukan haknya dari kelompok “teraniaya”. Bersembunyi dibalik kedok perjuangan serta menjadikan anak dan kaum wanita dari kelompok tersebut di atas sebagai komoditi ‘perdagangan’, kemudian mengeruk banyak keuntungan dari kelompok yang merasa teraniaya, lalu dengan begitu bodohnya menghina dan melecehkan manusia lain yang telah berusaha keras mencerdaskan dan mensejahterahkan dan atau telah membawa banyak orang keluar dari ketertinggalan dan kemiskinan.

Begitulah gambaran sebuah ‘sudut’ sempit dari sebuah ‘kotak’ besar fenomena sosial politik yang terjadi akhir-akhir ini di Kabupaten Maluku Tenggara. Ada kelompok politisi yang tak ikhlas menerima kekalahan di ‘panggung politik’ masa lalu, datang dengan sekarung dendam dengan sejumlah data penuh rekayasa, ingin mentralibesikan para wakil rakyat dari sebuah periode yang telah usang dan menteror sebuah Pemerintahan yang baru ‘seumur jagung’ namun penuh jasa dan dedikasi bagi rakyatnya yang telah lama merindukan sosok pemimpin sejati. Ada kelompok pendemo ‘intelek’ di Ibu Kota Propinsi yang ‘dipaksa’ mendemo demi seteguk rezeki untuk bertahan kuliah tanpa mempedulikan nasibnya di masa mendatang yang sebenarnya telah masuk dalam deretan planning sang pemimpin sejati. Dan kemudian, ada kelompok pejuang dan pahlawan kesiangan dari sebuah kolektifitas orang-orang yang merasa ‘teraniaya’ yang menjadi korban pertikaian masal masa lalu, muncul dengan kedok perjuangan untuk mengeruk banyak keuntungan dengan mencuri dari hak-hak kelompok orang-orang yang ‘teraniaya’. Bersembunyi dibalik topeng perjuangan tapi kemudian mengais rezeki haram yang tidak sedikit untuk memberi makan keluarga sang pejuang dan pahlawan kesiangan. Kemudian, bagaikan “orang suci” yang tidak bermartabat, mencaci maki, melecehkan, bahkan menghina SANG PEMIMPIN NEGERI ini, yang ramah, murah senyum, berwibawa, bermartabat dan memiliki rasa tanggung jawab serta dedikasi untuk Negeri dan Rakyatnya yang ia cintai. Sungguh Ironis memang…!!!
                                   
Gambaran fenomena di atas membuktikan betapa kerdilnya pemahaman demokrasi dari para politisi karbitan yang masih tak ikhlas menerima sebuah kekalahan dan tak tulus menyambut sebuah kemenangan. Yang ada hanya dendam dan menganggap yang lain sebagai “Political enemy”(lawan politik) yang harus di”bunuh”. Ada lagi kaum akademisi yang kehilangan jati diri kemudian mengatasnamakan organisasi, tapi hanya menjadi “background” yang terhimpit di balik ketiak para pejuang dan pahlawan kesiangan yang belum tentu enak baunya. Sungguh memilukan…!!!

Begitulah potret dari segelintir masyarakat intelek kita yang telah terinfeksi penyakit sosial yang oleh ‘orang-orang pintar’ disebut sebagai “Kebodohan sosio-kultural-politik”.
Wahai Pemimpin Negeri…!!!
Kebodohan sosio-kultural-politik itu harus segera diatasi, jika kita ingin menjadi makhluk yang bermartabat. Penyakit sosial itu harus diberantas, jika kita mau membangun sebuah masyarakat yang demokratis, adil dan sejahtera.
Tuhan pasti menolong kita… ( ditulis oleh Caken Safsafubun )



2 komentar:

  1. Ketika menemukan tulisan "Pameran Kebodohan Sosio-kultural-Politik" Gambaran Fenomena sosial Maluku Tenggara saat ini, segera saja saya mulai membacanya. Saya tertarik membacanya karena saya mengira, tulisan tersebut akan memaparkan secara lugas,logis, dan akuntable berbagai data yang mendukung klaim penulis tentang apa yang digambarkannya sebagai "pameran kebodohan....." Sayangnya, semakin jauh membaca tulisan ini, semakin jelas bahwa tulisan ini hanya merupakan pameran kebodohan penulis, dan bukannya penjelasan ttg pameran kebodohan sosio-kultural-politik maluku tenggara spt yg ingin diangkat penulis. Saya menduga kegagalan penulis untuk menjelaskan isu yg diangkatnya, disebabkan oleh:
    1/. Sikap subyektif dan ketidaknetralan penulis, di tengah2 berbagai kelompok yang ada di maluku tenggara, atau,
    2/. barangkali isu yang dicermatinya terlalu rumit untuk kapasitas penulis seperti dia.

    BalasHapus
  2. Ketika menemukan tulisan "Pameran Kebodohan Sosio-kultural-Politik" Gambaran Fenomena sosial Maluku Tenggara saat ini, segera saja saya mulai membacanya. Saya tertarik membacanya karena saya mengira, tulisan tersebut akan memaparkan secara lugas,logis, dan akuntable berbagai data yang mendukung klaim penulis tentang apa yang digambarkannya sebagai "pameran kebodohan....." Sayangnya, semakin jauh membaca tulisan ini, semakin jelas bahwa tulisan ini hanya merupakan pameran kebodohan penulis, dan bukannya penjelasan ttg pameran kebodohan sosio-kultural-politik maluku tenggara spt yg ingin diangkat penulis. Saya menduga kegagalan penulis untuk menjelaskan isu yg diangkatnya, disebabkan oleh:
    1/. Sikap subyektif dan ketidaknetralan penulis, di tengah2 berbagai kelompok yang ada di maluku tenggara, atau,
    2/. barangkali isu yang dicermatinya terlalu rumit untuk kapasitas penulis seperti dia.

    BalasHapus