Langgur,VP Puluhan warga Desa Kolser kecamatan kei kecil kabupaten Maluku Tenggara ( Malra), sabtu pagi ( 8/5 ) melakukan aksi penenaman sasi adat (Hawear-red) pada batas tanah milik petuanan warga desa Kolser. Sasi yang di tanam warga berjumlah kurang lebih 15 buah sasi yang di pasang pada depan stadion Maren Ohoijang, wilayah Pekuburan umum,SMK Negeri Tual ( SMEA-red),Gedung baru KPUD Malra,hingga pada wilayah tanah di depan bangunan baru SPBU milik Erwin Timex, dan depan karaoke vitasari, serta terus di depan rumah bapak Robi Betaubun samping karaoke Marlin, sasi yang terakhir dipasang di depan rumah Hiron Maturbongs.
Pemasangan sasi pada batas tanah tersebut, oleh warga desa Kolser,yang kebanyakan kaum bapak dan para pemuda dilakukan secara spontanitas, karena mereka mendengar tanah itu sementara bermasalah dan saat ini diproses hukum.
Selain memasang sasi, pada minggu siang kemarin ( 9/5 ), warga Kolser kembali memasang sedikitya empat buah spanduk di sekitar lokasi tanah Kolser. Isi spanduk itu antara lain, Team Kejati diminta usut Markus Tanah Kolser, Edmondus Maturbongs dkk, bersama Panitia Tanah Pemkab Malra. Selain itu isi spanduk lainya, warga menolak kuasa mutlak Marga Maturbongs kepada kuasa hukum, M. Tahapary, SH dan minta dana pembayaran tanah Kolser 5,5 milliar dikembalikan, sebab nyawa jadi taruhan.
Salah satu warga Kolser, Piet Reyaan yang juga mantan anggota DPRD Malra periode 2004-2008 dari partai PDI-P mengakui tanah yang saat ini jadi sengketa, antara marga maturbongs dengan marga Reyaan- Renmeuw di Desa kolser,telah di jual oleh Hiron Maturbongs Cs kepada Pemda Malra dengan Luas 25 H,senilai Rp 5,5 Milliar.” Kami marga Reyaan - Renmeuw telah di tipu dan dibohongi pemda Malra,karena tanah ini masih dalam sengketa, kok sudah di jual beli,padahal dalam sidang pengadilan negeri Tual dan pengadilan tinggi, kami marga Reyaan Renmeuw menangsampai di Mahkamah Agung dan saat ini sedang meminta PK ( Peninjauan kembali), berarti status tanah ini masih dalam status sengketa.Nah sebagai warga Negara,kita memiliki kewajiban untuk menempatkan hukum itu sebagai panglima,kalau hukum sudah di injak – injak buat apa Negara hukum itu ? “ tanya Reyaan.
Dikatakan sangat aneh ,karena tanah yang jual oleh Marga Maturbongs,tanpa di ketahui Kepala Desa Kolser dan pihak pertanahan.” Kami sudah mendatangi pihak pertanahan dan mereka juga tidak tau,dan proses jual beli tanah ini adalah proses kong kali kong,padahal waktu itu kami sudah mendatangi peemerintah daerah untuk jangan membayar, karena masih dalam proses hukum,tapi pemda tidak dengar,dan mereka langsung membayar,padahal datang timbul masalah, baru tanah tidak ada, alias fiktif “ tegas Reyaan. ( oce leisubun, Koran Vox Populi Malra )
benar....hukum seharusnya yang mengatur kekuasaan,bukan kekuasaan yang mengatur hukum....
BalasHapusharap basodara dan para pimpinan daerah memperhatikan hal ini dengan saksama.