Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin ( dok. Vox Populi ) |
Vox Populi, Langgur – Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin, menuding Pemkab Malra telah melakukan pembohongan publik, terkait penyerahan aset dan penyelesaian dana abadi. “ jika Petinggi Pemkab Malra beralibi, belum ada penyerahan aset kepada Kota Tual, karena terjadi perbedaan tafsir UU Nomor 31 Tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual dan Surat Mendagri, maka itu pernyataan keliru, sebab harus dilihat konteks lahirnya Kota Tual, artinya pemekaran kota tual bukan hadia pemerintah pusat, tetapi melewati sebuah perjuangan Pemerintah Kabupaten Malra bersama semua masyarakat, sehingga lahirnya Kota Tual saat ini, kalau misalnya itu pemberian Pempus secara cuma - cuma, maka Pemkab Malra tidak usah sedikitpun memberikan aset baik fisik dan non fisik dalam bentuk dana abadi kepada Kota Tual “ ungkapnya.
Kata Rahawarin, amanat UU 31 tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual, sudah cukup jelas, sehingga yang berkaitan dengan aset yang berada didalam wilayah Kota Tual, sesuai peta, itu masuk hak milik Pemkot Tual, bukan hak milik masyarakat empat kecamatan yang ada di Kota Tual. “ amanat UU sampai pasal – pasal yang tercantum didalamnya sangat jelas, yakni aset yang bergerak akan dibicarakan kedua pemerintahan, setelah tiga tahun jalanya roda pemerintahan, bukan seperti yang dijelaskan Sekda Malra, itu sangat keliru “ tegasnya.
Kata dia, perdebatan soal aset, bagi DPRD dan Pemkot Tual dinyatakan sudah selesai dan final, dan tidak ada masalah, sesuai amanat UU. “ ini mungkin sudah masuk wilayah politik, karena tidak relevan dengan apa yang dilaksanakan pemerintah kabupaten saat ini “ ujar Rahawarin.
Ketua Fraksi Golkar menepis pernyataan Sekda Malra yang menyebutkan kalau realisasi kesepekatakan penyelesaian dana abadi terhambat, karena belum terbentuknya alat kelengkapan DPRD Malra, dan pembentukan pansus Dana abadi DPRD Kota Tual yang melaporkan kasus dana abadi ke Kejati dan Polda Maluku. “ kita harus dudukan persoalan dana abadi yang sebenarnya, kenapa pansus dana abadi DPRD Tual periode 1999 – 2011 dibentuk, sebab dana abadi 70 milliar merupakan uang rakyat milik 10 kecamatan di kabupaten malra, ketika lahirnya Kota Tual, maka empat kecamatan yang masuk Kota Tual juga memiliki hak didalamnya, hal ini juga sudah diperjuangkan mantan anggota DPRD Malra antar waktu 2007 – 2009, terkait pembagian dana abadi kepada kota Tual “ jelas Rahawarin.
Namun kata dia, dalam perjalananya, mengalami proses kebuntuan, karena ada pikiran dari Pemkab Malra untuk minta petunjuk dari Pemprop Maluku dan Pempus. “ setelah ada petunjuk, DPRD Kota Tual bentuk pansus untuk mendorong percepatan pembagian dana abadi, namun ketika dewan mendorong hal itu, ada temuan disana, sesuai penjelasan Wakil Walikota Tual kepada pansus kalau Pemkot Tual sudah menyurati Pemkab Malra soal dana abadi, balasan dari pemda malra, kalau nanti setela terbentuknya alat kelengkapan dewan, lalu pansus dana abadi DPRD Kota Tual melanjutkan konsultasi dengan Wakil Bupati Malra, jawaban Wabup juga sama sesuai surat balasan kepada Pemkot Tual, yaitu menunggu pembentukan alat kelengkapan DPRD Malra “ ungkap Rahawarin.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Kata Ketua Fraksi Golkar, Pansus Dana Abadi DPRD Kota Tual berkonsultasi lagi dengan pimpinan dan anggota DPRD Malra. “ setelah kami koordinasi, dapat temua disana, ternyata dari dana abadi 70 milliar, 30 milliar sudah digunakan Pemkab Malra pada APBD perubahan 2009, kemudian 40 milliar digunakan juga Pemkab Malra pada APBD 2010, akan tetapi dikaitkan dengan penjelasan Wabup tentang menunggu pembentukan alat kelengkapan dewan, maka muncul tanda tanya bagi pansus “ sesalnya.
Rahawarin mengaku, dana abadi 40 milliar setelah ditelusuri, ternyata tidak dibahas sedikitpun oleh anggota DPRD Malra yang dilantik tahun 2010– 2014. “ yang bahas APBD 2010 adalah mantan anggota dewan periode 2009 – 2004, , didalamnya ada 40 milliar yang sudah digunakan untuk kepentingan pembangunan fisik dan nion fisik di kabupaten malra, ini berarti sebuhah kebohongan dari Pemda Malra kepada Pemkot Tual “ sorotnya.
Ketika ditanya soal kesepakatan yang dicapai dua pemerintahan kembar itu telah dilalui, namun karena pansus dana abadi DPRD Tual lebih dulu melaporkan kasus dana abadi ke aparat hukum sehingga semua realisasi kesepakatan menjadi mandek, Rahawarin menyatakan itu pernyataan keliru. “ inti perjuangan pemekaran kota Tual demi kesejatraan masyarakat yang ada di kedua daerah ini, bukan perjuangan pribadi Walikota Tual dan Bupati Malra, jadi realitas amanat UU 31 tahun 2007 jelas, tidak ada perbedaan tafsir “ bebernya.
Dikatakan, seharusnya semua asset yang ada diserahkan lebih dulu ke Pemkot Tual, baru pemkab malra minta kembali kepada Pemkot Tual untuk lakukan pinjam pakai. “ jadi sesuai amanat UU 31 tahun 2007, seharusnya semua aset itu diserahkan, baru sinkron dengan pernyataan Sekda Malra yang bilang penyerahan aset ibarat cubit kuku rasa di daging “ tutur Rahawarin.
Menyoal tentang sebagian aset yang bakal tak diserahkan Pemkab Malra, seperti Pendopo Bupati, Rumah Dinas Wakil Bupati dan SKB, mengingat faktor historis sejarah tentang pendirian Kabupaten Malra yang melahirkan tiga kabupaten dan satu kota, anggota DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin mempertanyakan hal itu, sebab historis sejarah itu ada di Kantor Bupati Malra yang saat ini sebagai Kantor Walikota Tual. “ pendopo bupati itu lahir kapan ? kalau bicara historis sejarah, maka semuanya ada di Kantor Walikota Tual saat ini, soal historis nanti tanggungjawab pemkot tual untuk jelaskan hal itu, bukan dari Pemkab Malra “ ujarnya.
Salah Tafsir UU 31 tahun 2007 Tentang Penyerahan Aset
Bupati Rentanubun mengaku, selama ini terdapat asumsi dan salah tafsir terhadap aset yang diserahkan sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat (7) point , a, UU nomor 31 tahun 2007 yang berbunyi sebagian barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan / atau dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten Malra yang ada dalam kota Tual. “ sesungguhnya makna dari pasal tersebut sangat jelas, namun karena tidak ada penjelasan tambahan sehingga makna filosofinya diartikan sesuai kepentingan yang dapat menganggu proses penyelenggaraan pemerintahan, karena selama ini muncul pikiran dan pendapat kalau semua barang milik/dikuasai pemerintah kabupaten malra yang berada di Kota Tual wajib diserahkan seluruhnya kepada Pemkot Tual “ tandasnya.
Kata Bupati, pendapat seperti itu, tidak saja ingin menghilangkan makna historis pemerintahan, sosio cultural, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan serta aspek acceptabilitas, namun dapat berdampak terhadap instabilitas dan harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten Malra dan Kota Tual, olehnya itu diperlukan penjelasan lebih lanjut atas amanat pasal 13 undang – undang 31 tahun 2007.
Dikatakan, implementasi UU nomor 31 tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual di Maluku, tidak hanya berpengaruh terhadap pemindahan pusat pemerintahan kabupaten Malra dari Kota Tual ke kota Langgur, namun terkait penyerahan aset, maka dari aspek infrastruktur, dampak pemekaran sangat terasa pada terbatasnya infrastruktur Pemkab Malra sebagai kabupaten induk. “ hal ini terbukti telah diserahkan gedung bekas kantor Bupati Malra, gedung perpustakaan, gedung Dharma Wanita kepada Pemkot Tual sejak 23 januari 2010, sementara Kantor Bupati Malra hingga saat ini masih menggunakan bekas Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Malra, tiga bagian sektda malra masih berimpitan dengan Kantor Dispenda, serta terdapat beberapa SKPD menggunakan gedung sekolah yang sudah pasti menganggu proses belajar mengajar, ada SKPD menggunakan lokasi pasar yang dapat menganggu penerimaan daerah dan aktifitas pasar, bahkan beberapa SKPD menyewa rumah penduduk untuk dijadikan kantor “ ungkap Bupati Rentanubun.
Oleh karena itu, menurut Bupati, amanat pasal 13 ayat (7) point ‘a’ yang berbunyi sebagian barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan atau dimanfaatkan oleh Pemkab Malra yang ada dalam Kota Tual semestinya harus dimaknai demi efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, sehingga masih terdapat barang milik /dikuasai Pemkab Malra yang tidak diserahkan kepada Pemkot Tual.
Untuk itu Bupati Malra menyarankan agar, surat Mendagri nomor 135/2051/Sj tanggal 31 agustus 2007 tentang pedoman pelaksanaan undang – undang tentang pembentukan kabupaten / kota, harus dicabut atau diervisi agar tidak menimbulkan salah tafisr serta perlu penjelasan lanjut terhadap aset yang harus diserahkan atau aset yang tidak perlu diserahkan. ( Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar