Rabu, 01 Desember 2010

Hilangnya Identitas Guru



Nery Rahabav, Pemimpin Redaksi Koran Vox Populi Kabupaten Maluku Tenggara


Hari Kamis kemarin tanggal 25 November 2010, segenap warga bangsa memperingati Hari Ulang Tahun persatuan Guru Seluruh Indonesia ( PGRI ). Khusus di Kabupaten Malra dan Kota Tual, kegiatan menyongsong hari bahagia itu tidak diwarnai berbagai kegiatan, hanya di beberapah sekolah, dilaksanakan kegiatan doa bersama para siswa - siswi untuk mengenang kembali jasa para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
Namun dibalik itu, fenomena global yang saat ini menjadi tantangan yang dihadapi PGRI adalah, peningkatan mutu dan kwalitas serta profesionalisme guru yang belum sebanding dengan pemenuhan kesejatraan hidup seorang guru, apalagi identitas guru semakin hilang dan pudar di tengah – tengah masyarakat.
Tugas dan fungsi guru dewasa ini banyak dimaknai sebatas mendidik, membina dan membimbing anak – anak kita, untuk jadi anak yang baik, pintar, berbakti kepada orangtua, masyarakat, bangsa dan negara, namun peran guru sebagai garda terdepan yang harus menunjukan jati diri dan konsistensi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu setia dan mencintai pekerjaan serta beban tugas yang diemban dengan tulus mulai hilang, bahkan pudar. Hilangnya jati diri guru, mengakibatkan banyak guru tidak lagi mendapat tempat dan simpati masyarakat. 
Banyak persoalan krusial yang ditemukan di semua jenjang lembaga pendidikan di Kedua daerah ini harus dijadikan bahan refleksi guru untuk memperbaiki identitas dan jati diri guru tersebut. Sebut saja, keluhan orang tua murid soal aktifitas belajar – mengajar di sekolah yang berjalan seret, karena banyak guru lebih mementingkan kepentingan pribadi, keluarga, bisnis dll, ketimbang melaksanakan tugas dan fungsinya.
Kenapa generasi muda kita banyak yang terjerumus narkoba, judi, dan seks bebas ? pertanyaan ini menjadi bahan refleksi kita semua bukan saja  pihak orang tua, stakhloder pendidikan, namun peran guru sebagai pahlawan yang berdiri di depan, menjadi panutan, suri teladan memaknai apa yang sudah diberikan dan diperbuat dalam mendidik, membina mentalitas dan moral anak – anak kita sebagai generasi penerus bangsa.
Peran dan fungsi Guru di era saat ini sangat jau berbeda dengan guru di era 70 -an, saya masih ingat pesan dan nasehat serta didikan guru – guru saya ketika duduk dibangku sekolah Dasar ( SD ), saat itu kami ditanamkan tentang disiplin soal waktu pergi dan pulang sekolah, disiplin berpakaian,  disiplin belajar di kelas maupun rumah, dan diajarkan tentang tata krama, sopan santun, menghargai dan menghormati orang lain.
Tapi sangat disayangkan, paradigma pendidikan yang diterapkan guru massa kini, seakan bergeser, mungkin karena pengaruh globalisasi, sehingga ditemukan banyak guru kehilangan platformnya. Kata “ Disiplin “ hanya sebagai slogan, tidak ada lagi tata krama dan sopan santun ditemui di semua jenjang pendidikan, apalagi praktek belajar saling menghargai dan menghormati antar sesama guru, siswa – siswi, Kepsek dan guru serta semua elemen pendidikan, sudah tak tampak dalam kehidupan sehari – hari baik di sekolah maupun hidup bermasyarakat.
Ahasil, aktifitas guru yang bertugas di wilayah pedesaan maupun perkotaan di Kabupaten Malra dan kota Tual dicap masyarakat, dengan berbagai sorotan seperti :
Pertama,  guru pulang – pergi ( PP ), artinya banyak guru yang malas melaksanakan tugas belajar - mengajar di sekolah, sehingga mereka diibaratkan guru PP, ketika sudah berada di kota hanya untuk urusan dinas sehari, dibuat sampai berminggu – minggu, bahkan makan bulan hingga tahun. Ada guru yang datang mengajar di kelas, ketika memasuki pelaksanaan UAN.
Kedua, guru makan gaji buta, artinya guru tersebut tidak pernah hadir di kelas untuk mengajar, tapi setiap bulan tetap menerima gaji dari pemerintah. Guru berbuat dan bertindak sesuka hati, tanpa ada tindakan tegas dan nyata dari atasanya.
Ketiga, guru Bisnis, artinya banyak guru tidak lagi memperhatikan fungsi dan tugas sebagai seorang guru, melainkan lebih mementingkan kepentingan bisnis diatas segalah – galahnya, anak – anak hanya dijadikan obyek sebagai lahan mencari duit, dan mengejar kekayaan materialistis.
Keempat, guru politik, artinya banyak guru tidak lagi berperan sebagai stabilitator dan agen pembaharu, pemersatu, pengayom dan pelindung masyarakat dalam memberikan pencerahan tentang pendidikan politik yang baik dan santun serta bermartabat kepada masyarakat, mereka kesampingkan tugas dan fungsinya, guru saat ini langsung ikut terjun bermain dalam kepentingan politik praktis, akibatnya banyak guru yang jadi korban politik sesaat.
Itulah realita yang dialami para guru di kedua daerah ini. Bupati Malra, Ir. Anderias Rentanubun dan Walikota Tual, Drs Hi. M.M Tamher, saatnya melihat berbagai sorotan masyarakat itu untuk memperbaiki kebijakan tentang peran dan fungsi guru. Salah satunya, selain memberikan rangsangan dalam peningkatan kesejatraan guru, guna memperbaiki mutu pendidikan, namun hal itu perlu dibarengi dengan pengawasan yang melekat baik internal maupun eksternal.
Disamping itu, perlu digiatkan banyak program atau kegiatan pelatihan dan pembinaan tentang guru di berbagai bidang, terutama pembinaan mentalitas dan moral guru bukan sebatas sebagai tenaga pendidik, namun harus diberikan kesempatan yang seluas – luasnya untuk guru berekspresi, menyatakan pendapat, dan terus memotifasi guru sebagai pelindung, pemersatu, pengayom masyarakat di garda terdepan dalam menunjukan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat, bukan sebaliknya. Semoga hal ini menjadi refleksi bersama kita di HUT PGRI tahun ini.
Nery Rahabav, adalah Pemred Vox Populi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar