Minggu, 10 April 2011

Kasus Asuransi Mantan Anggota DPRD Malra Antara Harapan dan Kenyataan

Pemimpin Redaksi Koran Vox Populi, Maluku Tenggara dan Kota Tual, Neri Rahabav

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan 35 mantan anggota DPRD Malra periode 1999 – 2004, merupakan satu tunggakan perkara yang memakan cukup waktu lama di institusi Kejaksaan Tinggi Maluku. Sesuai data Vox Populi, sudah empat kali pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Tual dan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, kasus tersebut selalu mencuat ke permukaan, namun dipertengahan jalan selalu mandek. Harapan para mantan anggota dewan, untuk mendapat satu kepastian hukum, selalu kandas ditengah perjalanan. Ibarat ganti kepemimpinan Kejari dan Kejati, kasus ini selalu menjadi lahan yang paling empuk, apalagi sudah menjurus ke rana politik praktis.
Sejak kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan para wakil rakyat malra itu dilaporkan juni 2005, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dibawah kendali Wakajati Maluku saat itu, Septinus Hematang, SH telah membentuk team jaksa yang menangani khusus kasus tersebut yakni penyidik Kejati Maluku masing - masing Jaksa Daniel Palapia, SH, Cony Renyaan, SH dan Fausy Marasabessy, SH. Team penyidik Kejati Maluku itu dibantu, dua jaksa penyidik dari Kejaksaan Negeri Tual, yaitu Jaksa Luky Kubella, SH dan Adam Ohoiled, SH.
Hasil kerja team jaksa tersebut telah rampung dan secara resmi Kejati Maluku telah menetapkan tersangka utama dalam kasus tersebut yakni Mantan Ketua DPRD Malra periode 1999 – 2004, Stef Tapotubun, S.IP.
Waktu itu Tapotubun secara resmi dijadikan tersangka utama dalam kasus itu, berdasarkan keterangan saksi dari 22 mantan anggota DPRD Malra dan sekretaris dewan beserta staf. Berdasarkan penyidikan kasus ini, keterangan para saksi mantan wakil rakyat itu, semuanya menyebutkan peran mantan Ketua DPC PDI – Perjuangan Malra tersebut sangat besar, mulai dari perencanaan awal di DPRD Malra, pembahasan bersama dengan exsekutif sampai pencairan dana asuransi.
Dana asuransi DPRD Malra waktu itu, dicairkan dalam dua kali tahun anggaran, yaitu tahap pertama tahun 2002 sebesar 1,7 milliar dan pencairan tahap kedua di tahun 2003 sebesar 4,25 milliar. Namun belakangan, setelah Mantan Ketua DPRD Malra, ST. Tapotubun, SIP meninggal dunia, penyelidikan kasus ini terhenti cukup lama, sebab pihak Kejati Maluku berdalil, tersangka utama sudah meninggal dunia, dengan demikian kasus dugaan korupsi itu ditutup.
Setelah Kejati Maluku resmi dijabat, Septinus Hematang, SH ditahun 2006 – 2007, para mantan anggota dewan sedikit bernapas lega, sebab disaat menyampaikan makala pada rapat kerja ( raker ) Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) kabupaten Maluku tenggara, tertanggal 3 – 7 april 2007 di Suita Hotel, Hematang di depan semua unsur organisasi kepemudaan mengeluarkan pernyataan resmi yang bombastis dan sangat mengejutkan semua pihak, kalau Kejaksaan Tinggi Maluku menutup kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan 35 anggota DPRD Malra periode 1999 – 2004, karena tersangka utama dalam kasus itu telah meninggal dunia. Alasan lainya,  adanya pencabutan peraturan pemerintah ( PP ) 110 oleh Mahkama Agung RI, membuat kasus itu harus dihentikan ( SP3 ).
Para mantan anggota dewan mendengar pernyataan resmi orang nomor satu di Kejati Maluku, merasa senang dan gembira. Harapan tentang satu kepastian atas kasus yang didera mereka sudah terjawab, namun yang disesali, pernyataan Kejati Maluku, Septinus Hematang, SH tidak ada tindaklanjut ke Kejagung, bukti surat penghentian penyidikan kasus asuransi tak kunjung tiba sampai yang bersangkuan diganti lagi dengan Kejati Maluku yang baru di tahun 2008, yaitu Kejati Maluku, Beny Beda, SH.
Pasca kepemimpinan coprs baju coklat ini  dikendalikan Kejati Beny Beda, SH, kasus ini mulai dibuka lagi ke public. Kepada Pers, bulan mei 2008, usai bertatap muka dengan jajaran Kejaksaan Negeri Tual, Kejati Maluku, Beny Beda dengan nada cukup keras dan tegas meminta aparatnya agar segera menyelesaikan kasus tersebut, sebab itu merupakan tunggakan perkara yang memakan waktu cukup lama dan sering ditagih Kejagung. “ tadi dalam arahan kepada para Jaksa di Kejari Tual, saya bicara dengan nada cukup tegas dan keras, agar kasus dugaan korupsi yang melibatkan 35 mantan anggota DPRD Malra secepatnya dalam waktu dekat harus diselesaikan, sebab itu kasus lama yang menjadi tunggakan jaksa “ tegas Kejati Beny Beda saat itu.
Bahkan menurut Beda, pasca meninggalnya tersangka utama, ST. Tapotubun, pihaknya mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tunggakan perkara tersebut, namun dirinya optimis dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, Kejati bakal segera mengumumkan para tersangka baru dalam kasus itu, sehingga secepatnya diselesaikan aparatnya. “ kepada para jaksa, saya tegaskan agar perkara ini harus tuntas, jadi tidak berhenti ditempat, tetap kita proses hukum, sebab masih ada tersangka baru “ ungkap Kejati Beny Beda, SH kepada Pers di Kantor Kejaksaan Negeri Tual.
Kejati tidak merinci lebih jau tersangka baru dalam kasus itu, namun sesuai hasil kerja team penyidik Kejati Maluku dibawah pimpinan Kasie Penyidikan Kejati Maluku, V. Teturan, SH, penyidik Kejati berhasil mengungkap dan menetapkan para tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana asuransi milliaran rupiah itu. 
Dua tersangka baru yang berhasil disidik penyidik Kejati Maluku saat itu adalah  Adam Rahayaan dan Toni K Retraubun yang ditetapkan sebagai tersangka, sesuai  surat perintah penyidikan Kejati Maluku nomor print 007/S.I/Fd.1/03/2005 tertanggal 9 Maret 2005 dan telah dilakukan penyitaan atas dokumen/surat yang berkaitan dengan perkara korupsi tersebut oleh tim penyidik Kejati Maluku sesuai  surat penyitaan nomor : print-018/S.I.I/Fd.1/05/2005 tertanggal 30 Mei 2005.
Dalam kasus korupsi dana APBD Kabupaten Malra tahun 2002 – 2003 tersebut, kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sebesar Rp. 8.256.266.000,-.
Namun kembali lagi, ketika Kejati Maluku, Beny Beda, SH dibebastugaskan, lalu digantikan pejabat Kejati Maluku yang baru dibawah kepemimpinan Kejati Soedibyo di tahun 2009, tidak ada hal baru yang ditemui dalam penanganan kasus tersebut, sebab Kejati Maluku, Soedibyo lebih focus menangani kasus dugaan korupsi dana keserasian sosial propinsi Maluku. Apalagi, kepemimpinan Kejari Tual dibawah pimpinan Ismunadi, SH yang seakan – akan mengelak ketika ditanya pers terkait penanganan kasus dugaan korupsi mantan para wakil rakyat malra. Bahkan Kejari Ismunadi, kepada Vox Populi, secara terang – terangan membeberkan kalau pihaknya kesulitan menuntaskan kasus dugaan korupsi itu, karena semua data korupsi terkait kasus 35 mantan anggota DPRD malra tidak diserahkan mantan Kejari Tual, Agustin, SH pada saat serahterima jabatan di Kejati Maluku. Walaupun mendapat tekanan dari berbagai elemen masyarakat malra dan kota Tual, melalui berbagai aksi demonstrasi, namun Kejari Tual, Ismunadi tetap berkeras kalau kasus tersebut ditangani Kejati Maluku, sehingga itu merupakan wilayah kerja Kejati Maluku untuk menuntaskanya.
Kini, dengan kepemimpinan Kepala Kejaksaan Tinggi (kajati) Maluku, Poltak Manulang dan Wakil Kepala Kejati Maluku Herman Koedoeboen di tahun 2010, kasus tersebut kembali dibuka ke publik. Kedua pejabat teras di Kejaksaan Tinggi Maluku itu, pertama kali melakukan  Ekspos internal yang dipusatkan di aula lantai II Kantor Kejati Maluku, senin 1 pebruari 2010, Jalan Sultan Hairun yang dimulai dari pukul 09.00 Wit hingga sore hari, yang hadir saat itu Kajati, Wakajati, jajaran asisten di Kejati Maluku dan sejumlah tim penyidik.
Hasil exspose itu, menghasilkan team penyidik Kejati Maluku yang dipimpin Jaksa fungsional, Zeth. Raharusun, SH didampingi dua anggota penyidik yakni, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (penkum) Kejati Maluku, Ahmad Fauzan, SH dan IGN. Eka, SH yang tiba di Kota  Tual, sejak minggu  21 pebruari 2010. Team penyidik Kejati setela tiba, secara marathon melakukan pemeriksaan terhadap para mantan anggota DPRD Malra.
Team penyidik Kejati Maluku, diberi deadline waktu selama 20 hari untuk bekerja menyelesaikan tugas yang diperintahkan atasan mereka. Alhasil, team ini memeriksa sedikitnya 14 mantan anggota DPRD malra periode 1999 – 2004 termasuk mantan sekwan serta staf sekretariat DPRD Malra.
Tidak Ada SP3 Kasus Asuransi Malra
Waktu itu, Ketua team penyidik Kejati Maluku, Zeth Raharusun, SH dalam gelar Conferensi Pers diruang Kejari Tual, kamis 24 pebruari 2010, secara tegas menegaskan sampai saat ini tidak ada surat penghentian penyidikan ( SP3) kasus dugaan korupsi dana asuransi yang melibatkan mantan anggota DPRD Malra periode 1999 – 2004. “ waktu kegiatan KNPI Malra, saya juga ikuti penjelasan Kejati Maluku, Septinus Hematang, yang menegaskan kasus dana asuransi itu dihentikan penyidikanya, namun kenyataan sampai saat ini tidak ada surat penghentian ( SP 3 ) dari Kejagung “ tegas Raharusun.
Ketika ditanya pers, alasan Kejati Hematang saat itu, kalau kasus asuransi ditutup karena tersangka utama, ST. Tapotubun sudah meninggal dunia dan adanya pencabutan peraturan pemerintah ( PP ) 110 oleh Mahkama Agung RI, Ketua team penyidik Kejati mengaku, PP 110 boleh dicabut MA, namun pihaknya bisa menggunakan ketentuan lain, yakni PP 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah atau PP 58 tahun 2005 yang sama korelasinya. “ jadi yang jelas kasus ini belum ada SP3, kami ditugaskan oleh pimpinan kejati untuk datang periksa kembali seluruh anggota DPRD Malra, hasilnya nanti akan divaluasi Kejati, soal siapa yang berperan dalam kasus tersebut “ jelas Raharusun.
Jaksa Senior Kejati Maluku itu mengungkapkan, para tersangka yang telah ditetapkan Mantan Kejati sebelumnya yakni Mantan Ketua DPRD Malra periode 1999 – 2004, almarhum ST. Tapotubun, S.IP.  sedangkan dua tersangka lainya adalah Adam Rahayaan, S.Ag dan Tony K Retraubun, SH
Kata dia, kasus ini masih didalami penyidik, yakni melakukan pemeriksaan kembali para mantan anggota dewan dan esksekutif, sebagai saksi dalam perkara tersebut. “ nanti hasil BAP itu akan dievaluasi, siapa yang menjadi tersangka, kemungkinan tersangka baru akan bertambah “ ujarnya.
Ketika ditanya lagi tentang kedua tersangka yang disebutkan, telah mengembalikan dana asusransi yang diterima, Raharusun menyatakan sampai saat ini pihaknya belum menemukan bukti kedua tersangka tersebut kembalikan uang negara. “ kalau mereka kembalikan uang ke negara, membuktikan benar ada tindak pidana korupsi, namun itu juga bisa dipertimbangkan sebagai hal – hal yang meringankan proses hukum “ tuturnya.
Raharusun mengaku, kasus dana asuransi itu juga sudah disupervisi oleh komisi pemberantasan korupsi ( KPK ) pada tanggal 28 november 2008, yang juga dihadiri Kasipidus Kejari Tual, Renaldy Paliama, SH,mewakili Kejari Tual. “ jadi kasus ini tidak ada nuansa politis bapak Kejati Maluku, Poltak Manulang, sejak dilantik, punya program agar semua kasus lama harus dituntaskan, termasuk kasus pengungsi, di Aru, MTB, baru beralih ke kasus baru “ ngaku Ketua team penyidik. Bahkan dia menjelaskan secara rinci kalau dana asuransi mantan anggota DPRD Malra tahun 2002, sebesar Rp 1.410.000.000, dibagi untuk 35 anggota dewan, namun sebagian anggota antar waktu, yakni 11 anggota dewan antar waktu, menerima 30 juta per orang, sedangkan 24 anggota dewan lainya memperoleh 45 juta perorang.
Nanti ditahun  anggaran 2003, kata Ketua penyidik, rata – rata setiap mantan anggota dewan memperoleh 135 juta perorang. Dengan demikan kalau dikalikan 35 anggota dewan, maka besaraan dana asuransi yang diterima Rp adalah 4.375.000.000,-.
 “ untuk tahun 2002 dan 2003, tidak ada polis asuransi, nanti tahun 2004 baru ada polis asuransi yang premi sebesar Rp 6.400.000 untuk jangka waktu lima tahun, tapi kenyataanya tahun pertama saja yang disetor, tahun berikutnya tidak disetor mantan anggota dewan, sehingga dengan sendirinya dana enam juta itu hangus  “ ungkap Jaksa Fungsional di Kejati Maluku itu.
Raharusun mengatakan, dari 35 mantan anggota DPRD Malra itu, dua orang meninggal dunia, dua orang saat ini sebagai Walikota dan Wakil Walikota Tual. tiga orang yang terpilih kembali menjadi anggota DPRD Malra periode 2009 – 2014 yaitu Rony Renyut, Roni Tenivut dan Safarudin Fakaubun.
Gubernur Maluku dan Mantan Bupati Tidak Terlibat
Ketua team penyidik Kejati Maluku dalam gelar conferensi pers juga menampik issu  dugaan keterlibatan mantan Bupati Malra dan Gubernur Maluku dalam kasus asuransi mantan anggota DPRD Malra. “ fakta hukum, kedua pejabat itu tidak secara langsung berperan didalam kasus dana asuransi “ kata Raharusun. Ditanya pers tentang dugaan keterlibatan Mantan Bupati Malra yang menandatangani paraturan daerah ( perda ) tentang dana asuransi kemudian perda itu disahkan Gubernur Maluku, melalui kajian hukum oleh para stafnya, Ketua team penyidik Kejati membenarkan, kalau peraturan daerah itu ditandatangani Bupati dan disahkan Gubernur, hanya saja dia minta agar  harus dilihat peranan masing – masing orang dalam kasus tersebut. “ kita harus lihat peranan setiap orang, siapa yang merancang, siapa yang ikut membahas dan siapa yang menerima duit? Jadi kalau bilang Gubernur dan Mantan Bupati, itu terlalu jau. Ibarat jau api dari panggang, dan jau panggang dari api “ tepis Raharusun. 
Ditegaskan dirinya tidak segan – segan mengambil tindakan tegas, dengan melakukan penahanan kepada para tersangka yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut. “ biar mereka pejabat negara, kalau terbukti bersalah lakukan tindak pidana korupsi, maka saya siap tangkap mereka “ tegas Ketua team penyidik Kejati Maluku.
Ancaman, Ketua team penyidik Kejati Maluku, akhirnya berbuah manis, Sekembalinya mereka ke Ambon, tak lama kemudian, dua mantan anggota DPRD Malra, Hironimus Rony Renyut dan Tony K Retraubun, dijebloskan ke bui. Kasus ini kemudian disidangkan di Pengadilan Ambon. Renyut dan Retraubun divonis dua tahun  penjara.
Tak lama setelah Kajati Maluku, Poltak Manulang, dicopot dari jabatanya karena terlibat kasus Gayus Tambunan, dan Wakajati Herman Koedoeboen, digoyang issu korupsi, sehingga harus hengkang dari Maluku, turun lagi kepemimpinan Kejati Maluku yang baru dibawah komando Soegiarto.
Kepemimpinan Kejati Maluku, Soegiarto, kasus dana asuransi seakan berjalan ditempat, nanti setelah datang Kejati Maluku yang baru, Efendi Harahap, SH, di tahun 2011, kasus asuransi dibuka kembali ke publik Maluku.
Tak pelak, Harahap buat gebrakan baru di awal tahun 2011, para mantan anggota dewan kembali diperiksa team penyidik yang dibentuk. Kasie Penyidikan Kejati, V. Teturan, SH yang ditugaskan ke Tual, tidak terlalu berlama – lama untuk merampungkan berkas penyidikan kasus ini, dan sekembalinya ke Ambon,  akhirnya para mantan anggota dewan semuanya ditetapkan sebagai tersangka.
Satu persatu, para mantan wakil rakyat malra itu dipanggil ke Ambon, untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan setelah itu langsung dijebloskan ke rumah tahanan di Nania. Tercatat sampai saat ini, sudah ada sembilan mantan anggota DPRD Malra yang ditahan Jaksa, masih tersisa yang lain dalam proses pemanggilan dan pemeriksaan.
Keberhasilan Kejati Maluku dalam menuntaskan kasus asuransi tersebut patut diacungi jempol, namun dibalik itu masih saja timbul pertanyaan miris masyarakat awam yang buta hukum, kenapa baru sekarang... ?. pertanyaan ini harus menjadi bahan refleksi bagi setiap Jaksa yang bertugas di Maluku, sehingga proses pencitraan buruk atas kinerja Jaksa tidak secara terus menerus menjadi tanda tanya masyarakat setiap waktu, apalagi  disaat pergantian kepemimpinan Kejati ke kejati dalam menuntaskan berbagai kasus korupsi di bumi Maluku yang tidak tuntas dan berjalan ditempat.
Masyarakat tetap mendukung penuh setiap upaya Kejati Maluku dalam memberantas korupsi di Maluku, asal jangan stengah hati, sebab pemberantasan korupsi di Maluku selalu kandas ditengah jalan apabilah proses penegakan hukum selalu dicampuradukan dengan politisasi hukum. Semoga hal ini tidak terjadi di kemudian hari.   ( Nery Rahabav, adalah Pemimpin Redaksi Koran Vox Populi, bertempat tinggal di Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara ) 

1 komentar:

  1. kasus dugaan korupsi dana asuransi ini merupakan kesalahan administrasi yang harus diselsesaikan secara hukum administrasi negara,maka sy saran kan agar kejati maluku agar segera menghentikan proses kasus hukum dana asuransi ini namun menyerahkanya kepada PENGADILAN TATA USAHA NEGARA,yang menyelesaikan masalah admistrasi negara.

    BalasHapus