Selasa, 23 Februari 2010

Empat Kali Ganti Kejari dan Kejati, Kasus Dugaan Korupsi Mantan Anggota DPRD Malra Mandek

Para pejabat Pemkab Malra dan Kota Tual, ketika bersama para wisatawan mancanegera yang berkunjung ke kedua daerah itu tahun kemarin ( dok. koran vox populi ) Langgur, VP – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan 35 mantan anggota DPRD Malra periode 1999 – 2004, merupakan satu tunggakan perkara yang memakan cukup waktu lama di Kejaksaan. Sesuai data Vox Populi, sudah empat kali pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Tual dan Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, kasus tersebut selalu mandek. Sekarag dengan kepemimpinan Kepala Kejati Maluku yang baru, Poltak Manulang dan Wakajati, Herman Adrian Koedoeboen di tahun 2010, kasus ini mulai diangkat ke public. Duet Manulang – Koedoeboen, sejak memegang tongkat estafet di jajaran korps adyaksa itu, bertekad akan segera menuntaskan tunggakan kasus dugaan korupsi yang ditinggalkan para pejabat sebelumnya. Apakah tekad itu hanya retorika atau kamulflase untuk mencari simpati public. Kita tunggu saja hasil kerja team penyidik Kejati Maluku yang saat ini sudah berada di Kota Tual, sejak minggu kemarin ( 21/2 ) dalam melakukan penyidikan atas kasus tersebut. Untuk diketahui kalau kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan para wakil rakyat malra itu sejak dilaporkan juni 2005, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dibawah kendali Wakajati Maluku saat itu, Septinus Hematang, SH telah membentuk team jaksa yang menangani kasus tersebut yakni penyidik dari Kejati Maluku adalah Jaksa Daniel Palapia, SH, Cony Renyaan, SH dan Fausy Marasabessy, SH. Team penyidik Kejati Maluku dibantu, dua jaksa penyidik dari Kejaksaan Negeri Tual, Luky Kubella, SH dan Adam Ohoiled, SH. Hasil kerja team jaksa tersebut telah rampung dan secara resmi Kejati Maluku telah menetapkan tersangka utama dalam kasus tersebut yakni Mantan Ketua DPRD Malra periode 1999 – 2004, Stef Tapotubun, S.IP. Waktu itu Tapotubun secara resmi dijadikan tersangka utama dalam kasus itu, berdasarkan keterangan saksi 22 mantan anggota DPRD Malra dan sekretaris beserta staf dewan. Keterangan para saksi mantan wakil rakyat itu, semuanya menyebutkan peran mantan Ketua DPC PDI – Perjuangan tersebut sangat besar, mulai dari perencanaan awal di DPRD Malra, pembahasan bersama dengan exsekutif sampai pencairan dana asuransi. Dana asuransi DPRD Malra waktu itu, dicairkan dalam dua kali tahun anggaran, yaitu tahap pertama tahun 2002 sebesar 1,7 milliar dan pencairan tahap kedua di tahun 2003 sebesar 4,25 milliar. Namun belakangan, setelah Mantan Ketua DPRD Malra, ST. Tapotubun, SIP meninggal dunia, penyelidikan kasus ini terhenti cukup lama, sebab pihak Kejati Maluku berdalil tersangka utama sudah meninggal dunia, dengan demikian kasus dugaan korupsi itu ditutup. Pernyataan resmi Kejati Maluku, Septinus Hematang, SH saat menyampaikan makala pada rapat kerja Komite Nasional Pemuda Indonesia ( KNPI ) kabupaten Maluku tenggara, tertanggal 3 – 7 april 2007 di Suita Hotel yang menyatakan secara resmi Kejaksaan Tinggi Maluku menutup kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan 35 anggota DPRD Malra periode 1999 – 2004, karena tersangka utama dalam kasus itu telah meninggal dunia dan adanya pencabutan peraturan pemerintah ( PP ) 110 oleh Mahkama Agung RI telah membuat legah hati para mantan wakil rakyat tersebut. Namun ketika pergantian Kejati Maluku, dibawah kendali Kejati Beny Beda, SH, kasus ini mulai dibuka kembali ke public. Kepada Pers, bulan mei 2008, usai bertatap muka dengan jajaran Kejaksaan Negeri Tual, Kejati Maluku, Beny Beda dengan nada cukup keras dan tegas meminta aparatnya agar segera menyelesaikan kasus tersebut, sebab itu merupakan tunggakan perkara yang memakan waktu cukup lama. “ tadi dalam arahan kepada para Jaksa di Kejari Tual, saya bicara dengan nada cukup tegas dank eras, agar kasus dugaan korupsi yang melibatkan 35 mantan anggota DPRD Malra secepatnya dalam waktu dekat harus diselesaikan, sebab itu kasus lama yang menjadi tunggakan jaksa “ tegas Kejati Beny Beda saat itu. Bahkan menurut Beda, pasca meninggalnya tersangka utama, pihaknya mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tunggakan perkara tersebut, namun dirinya optimis dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, Kejati bakal segera mengumumkan para tersangka baru dalam kasus itu, sehingga secepatnya diselesaikan aparatnya. “ kepada para jaksa, saya tegaskan agar perkara ini harus tuntas, jadi tidak berhenti ditempat, tetap kita proses hukum, sebab masih ada tersangka baru “ ungkap Kejati Beny Beda, SH. Kejati tidak merinci lebih jau tersangka baru dalam kasus itu, namun sesuai hasil kerja team penyidik Kejati Maluku dibawah pimpinan Kasie Penyidikan Kejati Maluku, V. Teturan, SH, berhasil mengungkap dan menetapkan para tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana asuransi milliaran rupiah itu. Dua tersangka baru yang berhasil disidik penyidik Kejati Maluku saat itu adalah Adam Rahayaan dan Toni K Retraubun sebagai tersangka, sesuai dengan surat perintah penyidikan Kejati Maluku nomor print 007/S.I/Fd.1/03/2005 tertanggal 9 Maret 2005 dan telah dilakukan penyitaan atas dokumen/surat yang berkaitan dengan perkara korupsi tersebut oleh tim penyidik Kejati Maluku sesuai dengan surat penyitaan nomor : print-018/S.I.I/Fd.1/05/2005 tertanggal 30 Mei 2005. Dalam kasus korupsi dana APBD Kabupaten Malra tersebut, kerugian keuangan negara sebesar Rp. 8.256.266.000,-. Disaat Kejati Maluku, Beny Beda, SH dibebastugaskan, lalu digantikan Kejati Soedibyo, tidak ada hal baru yang ditemui dalam penanganan kasus tersebut, sebab Kejati Maluku, Soedibyo lebih focus pada penanganan kasus dugaan korupsi dana keserasian sosial propinsi Maluku. Apalagi, kepemimpinan Kejari Tual dibawah pimpinan Ismunadi, SH yang seakan – akan mengelak ketika ditanya pers terkait penanganan kasus dugaan korupsi mantan para wakil rakyat malra. Bahkan Kejari Ismunadi, kepada Vox Populi, secara terang – terangan membeberkan kalau pihaknya kesulitan menuntaskan kasus dugaan korupsi itu, karena semua data korupsi terkait kasus 35 mantan anggota DPRD malra tidak diserahkan mantan Kejari Tual, Agustin, SH pada saat serahterima jabatan di Kejati Maluku. Walaupun mendapat tekanan dari berbagai elemen masyarakat malra dan kota Tual, melalui berbagai aksi demonstrasi, namun Kejari Ismunadi tetap berkeras kalau kasus tersebut ditangani Kejati Maluku, sehingga itu merupakan wilayah kerja Kejati Maluku untuk menuntaskanya. Kini, dengan kepemimpinan Kepala Kejaksaan Tinggi (kajati) Maluku, Poltak Manulang dan Wakil Kepala Kejati Maluku Herman Koedoeboen, kasus tersebut kembali dibuka ke publik. Kedua pejabat teras di Kejaksaan Tinggi Maluku itu, pertama kali melakukan Ekspos internal yang dipusatkan di aula lantai II Kantor Kejati Maluku, Senin (1/2) Jalan Sultan Hairun dimulai dari pukul 09.00 Wit hingga sore hari, dan dihadiri Kajati, Wakajati, jajaran asisten di Kejati Maluku dan sejumlah tim penyidik. Hasil exspose itu, menghasilkan team penyidik Kejati Maluku yang dipimpin Jaksa fungsional, Raharusun, SH didampingi dua anggota penyidik yakni, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (penkum) Kejati Maluku, Ahmad Fauzan, SH dan IGN. Eka, SH tiba di Tual, sejak minggu kemarin ( 21/2 ) secara marathon melakukan pemeriksaan terhadap para mantan anggota DPRD Malra tersebut. Sumber Koran ini menyebutkan team penyidik Kejati, diberi deadline waktu selama 20 hari untuk bekerja menyelesaikan tugas yang diperintahkan atasan mereka. Sesuai pantauan Koran ini, di Kantor Kejaksaan Negeri Tual, senin ( 22/2 ), team penyidik Kejati Maluku telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapah oknum mantan anggota DPRD malra periode 1999 – 2004 dan mantan sekwan serta staf sekretariat DPRD Malra. Warga masyarakat di Kabupaten Malra dan Kota Tual hanya berharap, agar kasus ini segera dituntaskan, sehingga tidak terus menjadi bahan pergunjingan public setiap tahun, apalagi pada setiap momen pilkada dijadikan senjata ampu para elit politik sebagai komoditas politik. ( nery rahabav, Pemimpin Redaksi Koran Vox Populi )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar