Selasa, 31 Mei 2011

Juli 2011, Kei Besar Bebas Akses Handphone

Kadis Perhubungan dan Infokom Malra, Carolus Maturbongs

Vox Populi,Langgur- Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika Kabupaten Maluku Tenggara , Ir. Karolus Maturbongs , kepada Pers di ruang kerjanya mengatakan, tak lama lagi warga masyarakat di pulau Kei Besar, sudah dapat menggunakan jasa telephone selluler ( HP )  secara bebas. “ dipastikan bulan Juli 2011, warga kei besar bebas akses telpon gengam seluler “ kata Maturbongs.
Maturbongs mengaku, saat ini KMP Bukit Masbait sementara mengangkut seluruh perangkat dan kerangka menara selluler tersebut dari Ambon menuju Langgur,dan direncanakan dalam waktu dekat akan dilakasanan pembangunan kerangka menara selluler  di pulau Kei Besar.
“Target pihak Telkomsel dan XL akhir bulan Juli tahun 2011 seluruh jaringan di wilayah Maluku Tenggara sudah selesai sehingga dapat melayani kebutuhan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi,” ungkap Maturbongs.
Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika menjelaskan, di Kei Besar akan dibangun dua unit, yakni satu titik di Kei Besar Utara Timur tepatnya di Hollat dan satu titik di Kei Besar Utara Barat yakni Desa Ad, plus satu unit yang sudah dibangun di Elat saat ini. “ dengan demikian total menara Telkomsel yang dibangun di Kei Besar seluruhnya berjumlah tiga unit “ tandasnya.
Maturbongs menambahkan bukan saja Menara  Telkomsel, tetapi XL yang saat ini telah berakses di Elat, saat ini sementara dilakukan pembangunan kerangka menara di tiga titik ,yakni  di pulau Kei Kecil di ohoi Isso, Mastur dan  Ohoililir.  
Sementara di Kei Besar bagian Selatan, kata dia, karena terhambat soal layanan jaringan listrik, maka untuk menjawab kebutuhan masyarakat di sekitar itu akan mendapat jaringan dari wilayah Kei Kecil Timur yang secara geografis dianggap letaknya berdekatan dengan Kei Besar Selatan.
Secara keseluruhan sesuai kesepakatan bersama, pembanguan baik menara Telkomsel maupun XL berikut perangkatnya akan disiapkan oleh pihak Swasta sedangkan Pemerintah Daerah menyiapkan lahan dan listrik. (Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual )      

Kematian Mayabubun, Aktivis WWF Indonesia Misterius


Vox Populi, Langgur. Kematian aktifis LSM Indonesia Marine program Kei Islands project ( WWF ), Jeck Mayabubun pada minggu (22/5) di tempat wisata Ohoi Ngilngof Ngur Bloat ( pasir panjang-red) hingga jenazah alamrhum dibawa pulang ke kampung halamannya di Ohoi Letvuan, kecamatan Kei kecil Maluku Tenggara  untuk  disemayamkan  senin sore (23/5) sampai saat ini kematian Mayabubun masih misterius.
Bukan saja pihak keluarga Almarhum yang mempertanyakan penyebab kematian Mayabubun, namun misteri kematian yang  sama juga datang dari para sahabat dan rekan kerjanya.
Menurut pihak keluarga dan rekan sejawatnya, Jeck yang di panggil sehari – hari, merupakan sosok orang yang mudah bergaul, senyum, pintar dan kretif dalam tugas dan pekerjaanya. Isak tangis, tak henti dari seluruh elemen masyarakat yang datang melayat di rumah duka sebagai penghormatan terakir kepada Jenazah Alamarhum.
Ditengah kedukaan tersebut, banyak issu yang berkembang terkait kematian Jeck. Pihak keluarga  dihiasi dengan berbagai persepsi (isu-red) yang menyebabkan kematian  anak laki laki semata wayang di pasir panjang saat sedang mandi Laut.
Kematian almarhum Mayabubun  tidak di otopsi atas permintaan kedua orang tuanya,sehingga berbagai isu yang beredar bermunculan, ada issu yang menyebutkan penyebab kematian almarhum Jeck Mayabubun yang saat itu karena baru selesai minum minuman keras, namun ada issu lainya yang mengarah kepada tindakan pembunuhan.  
Kapolres Malra, AKBP Suwanta Pinem, S.Ik yang ikut melayat ketika dikonfirmasi membantah berbagai issu yang beredar ditengah masyarakat tersebut.
Menurut suwanta kematian almarhum Jeck Mayabubun merupakan kecelakaan  murni, di mana  almarhum  meninggal akibat tenggelam di saat mandi laut di pasir panjang. ”saya datang di sini karena yang meninggal ini, bapaknya ( B. Mayabubun –red) adalah mitra kerja kita,di Kesbangpol Malra, jadi kematian itu adalah murni kecelakaan,”ungkap Suwanta.”
Menanggapi  beberapa kali kejadian yang sebelumnya juga terjadi hingga adanya korban meninggal,Kapolres Malra, AKBP Suwanta Pinem, S.Ik  menambahkan  pihaknya akan meminta kepada masyarakat Ohoi Ngilngof sebagai pemilik tempat  wisata Ngur Bloat ( pasir panjang-red) ,untuk melakukan pengamanan yang baik terhadap tempat wisata Ngur Bloat di saat warga sedang berwisata. ” ya  kalau kejadian terus seperti ini,bisa mengurangi orang untuk datang di pasir panjang,tadi saya sudah hubungi orang kampung untuk selalu menjaga keamanan di wilayah itu ,”tegas Suwanto.” ( Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual  )

Perlu Tindakan Tegas Kepada Oknum Guru di Kei Besar Yang Diduga Terlibat Kasus Pelecehan Seksual


Vox Populi,Langgur-  Tindakan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum guru DB, guru SD Inpres Tamngil Nuhuyanat, Kecamatan Kei Besar Selatan terhadap delapan sisiwi SD kelas III – V yang terjadi jumat 13 Mei 2011 minggu lalu, sangat menampar wajah pendidikan dan tatanan adat di daerah ini, dengan demkian diminta kepada pihak Kepolisian dan Pemkab Malra  untuk segera mengambil tindakan tegas kepada oknum guru yang bersangkutan.
Permintaan itu disampaikan Saleh Rahajaan, salah satu fungsionaris Partai Gerakan Indonesia Raya ( Gerindra ) Kabupaten Malra yang juga warga masyarakat Kecamatan Kei Besar Selatan kepada Koran ini,  senin kemarin
Menurut Rahajaan,apa yang dilakukan oknum guru DB merupakan perbuatan bejat yang tidak sesuai dengan norma adat serta norma agama sehingga sangat diharapkan perhatian dan tindakan tegas Polres Malra dalam memproses kasus tersebut. “ polisi harus tuntaskan kasus ini, bila perlu berikan hukuman yang seberat – beratnya kepada yang bersangkutan, karena tidak manusiawi “ pintahnya.
Rahayaan menegaskan, dirinya akan terus mengawal proses hukum kasus tersebut hingga tuntas, karena tindakan DB  yang merusak masa depan delapan siswi SD sebagai generasi penerus masa depan bangsa secara umum dan Kecamatan Kei Besar Selatan khusus, merupakan perbuatan yang tidak bermoral. “ kepada Bupati Malra melalui Dinas pendidikan setempat, agar oknum guru DB dihukum sesuai aturan yang ada “ tandasnya.
Untuk diketahui aksi bejat yang dilakukan oknum guru BD terhadapdelapan orang siswinya itu,terjadi pekan lalu dan sampai saat ini yang bersangkutan sementara diamankan di Mapolres Malra.
Kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur kembali terjadi di Kei Besar, buktinya berdasarkan informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan kalau salah satu oknum guru di SD Tamngil Nuhuyanat Kei Besar, berinsial DB pada hari jumat tanggal 13 Mei 2011 lalu, diduga nekad melakukan perbuatan bejat dengan melakukan tindakan pelecehan seksual kepada delapan orang siswi yang masih duduk di bangku sekolah dasar ( SD ).
Berdasarkan kronologis kejadian yang diterima Vox Populi, menyebutkan kalau awalnya oknum guru DB memanggil delapan orang anak dibawah umur, yang duduk di bangku SD kelas 3 – 5 tersebut, kemudian secara bergiliran memanggil anak – anak yang tidak mengetahui apa – apa itu satu persatu memasuki ruang kelas baru melancarkan perbuatan  pelecehan seksual.
Delapan Siswi SD Tamngil Nuhuyanat  yang rata – rata berumur 4 -9 tahun itu, pasra ketika oknum guru DB meraba semua bagian tubuh mereka. Berdasarkan informasi yang diperoleh, salah satu korban tindakan pelecehan seksual saat ini mengalami pendarahan positif atas perbuatan bejat oknum guru DB.
Pihak orang tua korban, tidak menerima baik perbuatan oknum guru yang merusak masa depan anak mereka dan mencoreng lembaga pendidikan di daerah ini,  sehingga yang bersangkutan dilaporkan ke polisi dan saat ini diamankan polisi.
Sementara itu salah satu pemuda Kei Besar, Sofyan Rahakbaw yang saat ini berada di Ambon, sedang berupaya melakukan koordinasi dengan lembaga perlindungan anak dan Komnas HAM untuk segera turun tangan menyikapi persoaln yang sangat memalukan dan merusak tatanan adat dan budaya di kepulauan kei tersebut.
Sampai berita ini diturunkan Kepsek SD Tamngil Nuhuyanat belum berhasil dikonfirmasi, termasuk pihak kepolisian setempat yang menangani kasus tersebut. ( Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual )

Dipertanyakan Sasi Tanah Yang Diatasnya Ada Bungkusan Biskuit

Fenomena pemasangan sasi ( Hawear Balwirin ) yang sangat sakral di Kepulauan Kei saat ini sudah melenceng dari tatanan adat sebenarnya, buktinya aksi pemasangan sasi seenaknya ditaru biscuit ( dok. Koran Vox Populi )

Vox Populi, Langgur – Fenomen pemasangan sasi ( hawear balwirin – red ) di Langgur, Faan – Wearlilir dan Kolser akhir – akhi ini entah sadar atau tidak sadar , setuju atau tidak setuju telah memberikan banyak penafsiran yang berbeda ditengah – tengah masyarakat nuhu evav.
Salah satu pemerhati adat dan budaya di Kepulauan  Kei, Gerson Rahanubun dalam rilisnya kepada Vox Populi, mempertanyakan aksi pemasangan sasi akhir – akhir ini yang menjadi perhatian masyarakat. “ tidak ada orang yang larang, seseorang menggunakan hukum adat dalam hal ini Hawear Balwirin untuk melindungi hak miliknya, yang jadi persoalan, apa kaitan antara obyek yang disasi dengan dengan pemasangan Hawear Balwirin serta bahan pemasangan sasi tersebut “ tanya Rahanubun.
Dia mencontohkan, pemasangan sasi di sejumlah Kantor Pemkab Malra dipenghujung tahun 2011, karena ada dugaan warga Langgur yang tidak lulus tes CPNSD 2010. “ bukanka panitia pelaksana yang umumkan kelulusan berdasarkan hasil tes, kalau ada kecurangan berarti yang salah panitia, lalu kenapa manusia yang punya salah, kemudian bangunan kantor di sasi ? kenapa belasan kantor yang disasi, bukan kantor pantia penerimaan CPNSD  yang disasi “  sorotnya.
Rahanubun juga mempertanyakan Hawear Balwirin yang dipasang ditanah sengketa, sebelah barat Stadion Maren Langgur, sebab terbukti disitu ada daun kelapa warna kuning dan hijau, kayu buah runcing, hawear diikat dengan tali rafia, kain merah, siri pinang diletakan dalam Kamada  ( semacam nyiru yan terbuat dari anyaman daun kelapa - red ) bahkan lebih konyol lagi, disamping siri pinang diletakan  satu bungkusan biskuit. “ ini benar – benar gila, hukum bukan manusia supaya diberi makanan, juga bukan orang mati supaya dibuat nit ni wang, ( sesajen bagi orang meninggal- red ), ini barangkali Hawear masa kini, kalau Hawear Balwirin yang diciptakan leluhur kita tidak seperti itu “ Sesal Gerson Rahanubun.
Pemerhati adat Kei ini mengaku, aksi pemasangan sasi seperti ini, bukan satu perbuatan yang tidak hanya memalukan, tapi melecehkan tatanan adat di daerah ini. “ kalau tidak tau kenapa tidak tanya dan minta tolong kepada orang yang lebih mengetahui dan punya hak untuk pasang hawear ? lebih ironis lagi Maturbongs “ Ra Hawear “ Maturbongs, padahal sengketa tanah adat itu antara Marga Maturbongs melawan Marga Reyaan – Renmeuw “ sinisnya.


Perda Tentang Sasi Harus Segera Digodok DPRD Malra

Demi menjaga kesakralan sasi ( Hawear Balwrin ), Kata Rahanubun, sudah saatnya Pemkab Malra bersama DPRD diminta menyusun, merumuskan peraturan daerah ( perda ) tentang sasi. “ perda sasi penting, sebab sering kali terjadi, sasi disalahgunakan demi kepentingan sesaat alias komersiil, padahal sasi bagi orang kei sangat sakral, dihormati dan dijunjung tinggi, olehnya itu saya usul kepada Pemkab Malra dan DPRD untuk segera susun perda tentang sasi “ pintah Gerson Rahanubun. ( Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual )

Ketua Fraksi Golkar DPRD Tual Tuding Pemkab Malra Bohongi Publik

Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin ( dok. Vox Populi )

Vox Populi, Langgur – Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin, menuding Pemkab Malra telah melakukan pembohongan publik, terkait penyerahan aset dan penyelesaian dana abadi. “ jika Petinggi Pemkab Malra beralibi, belum ada penyerahan aset kepada Kota Tual, karena terjadi perbedaan tafsir UU Nomor 31 Tahun  2007 tentang pembentukan Kota Tual dan Surat Mendagri, maka itu pernyataan keliru, sebab harus dilihat konteks lahirnya Kota Tual, artinya pemekaran kota tual bukan hadia pemerintah pusat, tetapi melewati sebuah perjuangan Pemerintah Kabupaten Malra bersama semua masyarakat, sehingga lahirnya Kota Tual saat ini, kalau misalnya itu pemberian Pempus secara cuma - cuma, maka Pemkab Malra tidak usah sedikitpun memberikan aset baik fisik dan non fisik dalam bentuk dana abadi kepada Kota Tual “ ungkapnya.
Kata Rahawarin, amanat UU 31 tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual, sudah cukup jelas, sehingga yang berkaitan dengan aset yang berada didalam wilayah Kota Tual, sesuai peta, itu masuk hak  milik Pemkot Tual, bukan hak milik masyarakat empat kecamatan yang ada di Kota Tual. “ amanat UU sampai pasal – pasal yang tercantum didalamnya sangat jelas, yakni  aset yang bergerak akan dibicarakan kedua pemerintahan, setelah tiga tahun jalanya roda pemerintahan, bukan seperti yang dijelaskan Sekda Malra, itu sangat keliru “ tegasnya.
Kata dia, perdebatan soal aset, bagi DPRD dan Pemkot Tual dinyatakan sudah selesai dan final,  dan tidak ada masalah, sesuai amanat UU. “ ini mungkin sudah masuk wilayah politik, karena tidak relevan dengan apa yang dilaksanakan pemerintah kabupaten saat ini “ ujar Rahawarin.
Ketua Fraksi Golkar menepis pernyataan Sekda Malra yang menyebutkan kalau realisasi kesepekatakan penyelesaian dana abadi terhambat, karena belum terbentuknya alat kelengkapan DPRD Malra, dan pembentukan  pansus Dana abadi DPRD Kota Tual yang melaporkan kasus dana abadi ke Kejati dan Polda Maluku. “ kita harus dudukan persoalan dana abadi yang sebenarnya, kenapa pansus dana abadi DPRD Tual periode 1999 – 2011  dibentuk, sebab dana abadi 70 milliar merupakan uang rakyat milik 10 kecamatan di kabupaten malra, ketika lahirnya Kota Tual, maka empat kecamatan yang masuk Kota Tual juga memiliki hak didalamnya, hal ini juga sudah diperjuangkan mantan anggota DPRD Malra antar waktu 2007 – 2009, terkait pembagian dana abadi kepada kota Tual “ jelas Rahawarin.
Namun kata dia, dalam perjalananya, mengalami proses kebuntuan, karena ada pikiran dari Pemkab Malra untuk minta petunjuk dari Pemprop Maluku dan Pempus. “ setelah ada petunjuk, DPRD Kota Tual bentuk pansus untuk mendorong percepatan pembagian dana abadi, namun ketika dewan mendorong hal itu, ada temuan disana, sesuai penjelasan Wakil Walikota Tual kepada pansus kalau Pemkot Tual sudah menyurati Pemkab Malra soal dana abadi, balasan dari pemda malra, kalau nanti setela terbentuknya alat kelengkapan dewan, lalu pansus dana abadi DPRD Kota Tual melanjutkan konsultasi dengan Wakil Bupati Malra, jawaban Wabup juga sama sesuai surat balasan kepada Pemkot Tual, yaitu menunggu pembentukan alat kelengkapan DPRD Malra “ ungkap Rahawarin.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Kata Ketua Fraksi Golkar, Pansus Dana Abadi DPRD Kota Tual berkonsultasi lagi dengan pimpinan dan anggota DPRD Malra. “ setelah kami koordinasi, dapat temua disana, ternyata dari dana abadi 70 milliar, 30 milliar sudah digunakan Pemkab Malra pada APBD perubahan 2009, kemudian 40 milliar digunakan juga Pemkab Malra pada APBD 2010, akan tetapi dikaitkan dengan penjelasan Wabup tentang menunggu pembentukan alat kelengkapan dewan, maka muncul tanda tanya bagi pansus “ sesalnya.
Rahawarin mengaku, dana abadi 40 milliar setelah ditelusuri, ternyata tidak dibahas sedikitpun oleh anggota DPRD Malra yang dilantik tahun 2010– 2014. “ yang bahas APBD 2010 adalah mantan anggota dewan periode 2009 – 2004, , didalamnya ada 40 milliar yang sudah digunakan untuk kepentingan pembangunan fisik dan nion fisik di kabupaten malra, ini berarti sebuhah kebohongan dari Pemda Malra kepada Pemkot Tual “ sorotnya.
Ketika ditanya soal kesepakatan yang dicapai dua pemerintahan kembar itu telah dilalui, namun karena pansus dana abadi DPRD Tual lebih dulu melaporkan kasus dana abadi ke aparat hukum sehingga semua realisasi kesepakatan menjadi mandek, Rahawarin menyatakan itu pernyataan keliru. “ inti perjuangan pemekaran kota Tual demi kesejatraan masyarakat yang ada di kedua daerah ini, bukan perjuangan pribadi Walikota Tual dan Bupati Malra, jadi realitas amanat UU 31 tahun 2007 jelas, tidak ada perbedaan tafsir “ bebernya.
Dikatakan, seharusnya semua asset yang ada diserahkan lebih dulu ke Pemkot Tual, baru pemkab malra minta kembali kepada Pemkot Tual untuk lakukan pinjam pakai. “ jadi sesuai amanat UU 31 tahun 2007, seharusnya semua aset itu diserahkan, baru sinkron dengan pernyataan Sekda Malra yang bilang penyerahan aset ibarat cubit kuku rasa di daging “ tutur Rahawarin.
Menyoal tentang sebagian aset yang bakal tak diserahkan Pemkab Malra, seperti Pendopo Bupati, Rumah Dinas Wakil Bupati dan SKB, mengingat faktor historis sejarah tentang pendirian Kabupaten Malra yang melahirkan tiga kabupaten dan satu kota,  anggota DPRD Kota Tual, Fadila Rahawarin mempertanyakan hal itu, sebab historis sejarah itu ada di Kantor Bupati Malra yang saat ini sebagai Kantor Walikota Tual. “ pendopo bupati itu lahir kapan ? kalau bicara historis sejarah, maka semuanya ada di Kantor Walikota Tual saat ini, soal historis nanti tanggungjawab pemkot tual untuk jelaskan hal itu, bukan dari Pemkab Malra “ ujarnya.

Salah Tafsir UU 31 tahun 2007 Tentang Penyerahan Aset

Bupati Rentanubun mengaku, selama ini terdapat asumsi dan salah tafsir terhadap aset yang diserahkan sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat (7) point , a, UU nomor 31 tahun 2007 yang berbunyi sebagian barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak  dan / atau dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten Malra yang ada dalam kota Tual. “ sesungguhnya makna dari pasal tersebut sangat jelas, namun karena tidak ada penjelasan tambahan sehingga makna filosofinya diartikan sesuai kepentingan yang dapat menganggu proses penyelenggaraan pemerintahan, karena selama ini muncul pikiran dan pendapat kalau semua barang milik/dikuasai pemerintah kabupaten  malra yang berada di Kota Tual wajib diserahkan seluruhnya kepada Pemkot Tual “ tandasnya.
Kata Bupati, pendapat seperti itu, tidak saja ingin  menghilangkan makna historis pemerintahan, sosio cultural, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan serta aspek acceptabilitas, namun dapat berdampak terhadap instabilitas dan harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten Malra dan Kota Tual, olehnya itu diperlukan penjelasan lebih lanjut atas amanat pasal 13 undang – undang 31 tahun 2007.
Dikatakan, implementasi UU nomor 31 tahun 2007 tentang pembentukan Kota Tual di Maluku, tidak hanya berpengaruh terhadap pemindahan pusat pemerintahan kabupaten Malra dari Kota Tual ke kota Langgur, namun terkait penyerahan aset, maka dari aspek infrastruktur, dampak pemekaran sangat terasa pada terbatasnya infrastruktur Pemkab Malra sebagai kabupaten induk. “ hal ini terbukti telah diserahkan gedung bekas kantor Bupati Malra, gedung perpustakaan, gedung Dharma Wanita kepada Pemkot Tual sejak 23 januari 2010, sementara Kantor Bupati Malra hingga saat ini masih menggunakan bekas Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Malra, tiga bagian sektda malra masih berimpitan dengan Kantor Dispenda, serta terdapat beberapa SKPD menggunakan gedung sekolah yang sudah pasti menganggu proses belajar mengajar, ada SKPD menggunakan lokasi pasar yang dapat menganggu penerimaan daerah dan aktifitas pasar, bahkan beberapa SKPD menyewa rumah penduduk untuk dijadikan kantor “ ungkap Bupati Rentanubun.
Oleh karena itu, menurut Bupati, amanat pasal 13 ayat (7) point ‘a’ yang berbunyi sebagian barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan atau dimanfaatkan  oleh Pemkab Malra yang ada dalam Kota Tual semestinya harus dimaknai demi efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, sehingga masih terdapat barang milik /dikuasai Pemkab Malra yang tidak diserahkan kepada Pemkot Tual.
Untuk itu Bupati Malra menyarankan agar, surat Mendagri nomor 135/2051/Sj tanggal 31 agustus 2007 tentang pedoman pelaksanaan undang – undang tentang pembentukan kabupaten / kota, harus dicabut atau diervisi agar tidak menimbulkan salah tafisr serta perlu penjelasan lanjut terhadap aset yang harus diserahkan atau aset yang tidak perlu diserahkan. ( Koran Vox Populi Malra dan Kota Tual )